Ada
lima domain atau bidang garapan teknologi pembelajaran atau teknologi
instruksional berlandaskan definisi AECT 1994, yaitu desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian. Kelima hal ini merupakan
kawasan (domain) dari bidang teknologi pembelajaran. Di bawah ini akan
diuraikan kelima kawasan tersebut, dengan sub kategori dan konsep yang terkait
:
1. Kawasan Desain
Domain atau kawasan pertama teknologi pembelajaran adalah desain atau
perancangan yang mencakup penerapan berbagai teori, prinsip dan prosedur dalam
melakukan perencanaan atau mendesain suatu program atau kegiatan pembelajaran
yang dilakukan secara sistemik dan sistematik. Kawasan desain dapat dilukiskan
dalam gambar berikut ini.
Gambar 1. Kawasan desain
Yang
dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar
dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk (Seels & Richey, 2000:
32). Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama
diilhami pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran berprogram
(programmed instructions). Pada tahun 1969 pemikiran Herbert Simon yang
membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain.
Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti
“Learning Resource and Development Center” pada tahun 1960 semakin
memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an,
Robert Glaser, Direktur Learning Resource and Development Center
tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti
dari teknologi pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi
pembelajaran tersebut. Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan
sistem pembelajaran secara bertahap mulai berkembang menjadi suatu metodologi
dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada
awal 1970-an. Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah
menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem
yang membuat konsep desain pembelajaran menjadi semakin hidup.
Kawasan desain ini meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu:
(1) desain sistem pembelajaran; (2) desain pesan; (3) strategi pembelajaran;
dan (4) karakteristik peserta didik (Seels & Richey, 2000: 33).
a. Desain Sistem Pembelajaran;
Menurut Seels & Richey (2000: 33) desain sistem pembelajaran yaitu prosedur
yang terorganisasi dan sistematis untuk:: (a) penganalisaan (proses perumusan
apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana
cara mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan
atau produksi bahan-bahan belajar); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan
dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan ketepatan
pembelajaran).
Desain sistem pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif
yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat
untuk saling mengontrol, semua langkah–langkah tersebut harus tuntas.
Dalam desain sistem pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab
kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.
Sedangkan menurut Twelker, Urbach, Buck (1972) dalam Suparman (2004:36)
pengembangan instruksional adalah suatu cara yang sistematis untuk
mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Wujud pengembangan instruksional
adalah produksi dan penggunaan media instruksional, evaluasi instruksional dan
pengelolaan instruksional. Jadi pengembangan instruksional merupakan salah satu
teknologi perangkat lunak (sofware technology) yang canggih untuk membangun
sistem instruksional yang berkualitas tinggi (Suparman, 2004: 31).
b. Desain Pesan
Desain pesan yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar
terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip
perhatian, persepsi,dan daya tangkap (Seels & Richey, 2000: 33-34). Fleming
dan Levie (1993) membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat
memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor.
Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti: bahan visual, urutan,
halaman dan layar secara terpisah. Desain pesan harus bersifat spesifik, baik
tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa
prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, tergantung pada jenis medianya,
apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu
potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang
pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi
belajar atau hafalan. Dengan demikian desain pesan ini melibatkan perancangan
untuk menentukan jenis media dan format sajian yang paling menarik untuk
menyampaikan pesan-pesan pembelajaran kepada peserta didik.
c. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan
peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu mata pelajaran (Seels
& Richey, 2000: 34). Strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan
komponen pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran
tergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang
dikehendaki.
Strategi instruksional ini merupakan proses memilih dan menyu¬sun kegiatan
pembelajaran dalam sesuatu unit pembelajaran seperti urutan, sifat mateteri,
ruang lingkup materi, metode dan media yang paling sesuai untuk mencapai
kompetensi pembelajaran
d. Karakteristik Peserta Didik.
Karakteristik peserta didik yaitu aspek latar belakang pengalaman peserta didik
yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik
peserta didik mencakup keadaan sosio-psiko-fisik peserta didik. Secara
psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik peserta didik
yaitu berkaitan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat
potensial maupun kecakapan nyata dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi,
motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
2. Kawasan Pengembangan
Kawasan teknologi pembelajaran berikutnya adalah pengembangan yang berarti
proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan
pengembangan mencakup pengembangan teknologi cetak, teknologi audio visual,
teknologi berbasis komputer dan multimedia (Seels & Richey, 2000:38) yang
disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 2. Kawasan pengembangan
Kawasan
pengembangan ini berakar pada produksi media. Melalui proses yang
bertahun-tahun perubahan dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan
kawasan. Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain
(teknologi cetak) mendahului film, namun pemunculan film merupakan tonggak
sejarah dari gerakan audio-visual ke era teknologi pembelajaran sekarang ini.
Pada 1930-an film mulai digunakan untuk kegiatan pembelajaran (teknologi
audio-visual). Selama Perang Dunia II, banyak jenis bahan belajar yang diproduksi
terutama film untuk pelatihan militer. Setelah perang, televisi sebagai media
baru digunakan untuk kepentingan pendidikan (teknologi audio-visual). Selama
akhir tahun 1950- an dan awal tahun 1960-an bahan pembelajaran berprograma
mulai digunakan untuk pembelajaran. Sekitar tahun 1970-an komputer mulai
digunakan untuk pembelajaran, dan permainan simulasi menjadi mode di sekolah.
Selama tahun 1980-an teori dan praktek di bidang pembelajaran yang berlandaskan
komputer berkembang seperti jamur dan sekitar tahun 1990-an multimedia terpadu
yang berlandaskan komputer merupakan dari kawasan ini.
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara
teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi
pembelajarannya. Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena: a) pesan
yang didorong oleh isi, b) strategi pembelajaran yang didorong oleh teori, c)
manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan
pembelajaran.
Kawasan pengembangan ini meliputi: (1) teknologi cetak; (2) teknologi
audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) multimedia (Seels &
Richey, 2000:39).
a. Teknologi Cetak.
Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti
: buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan
mekanis atau photografis (Seels & Richey, 2000:40). Teknologi ini menjadi
dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran
lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer
adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila
teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran
merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
Dua komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan
kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat tlergantung pada teori persepsi
visual, teori membaca, pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar.
Secara khusus, teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam
menurut ruang
2) Keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang
pasif.
3) Keduanya berbentuk visual yang statis
4) Pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip
linguistik dan persepsi visual.
5) Keduanya berpusat pada pembelajar
6) Informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali
oleh pemakai.
b. Teknologi Audio-Visual
Teknologi audio-visual; merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan
dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio
dan visual (Seels & Richey, 2000:41). Pembelajaran audio-visual dapat
dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses
pengajaran. Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup,
pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang beukuran besar.
Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan
belajar yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran
yang secara eksklusif tidak selalu harus tergantung kepada pemahaman kata-kata
dan simbol-simbol sejenis.
Secara khusus, teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1) Bersifat linier
2) Menampilkan visual yang dinamis
3) Secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh
desainer/pengembang.
4) Cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan
yang riil dan abstrak.
5) Dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah
laku dan kognitif.
6) Sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan
interaktivitas belajar si pembelajar.
c. Teknologi Berbasis Komputer
Teknologi Berbasis Komputer; merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan
bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor
(Seels & Richey, 2000:42). Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer
menampilkan informasi kepada peserta didik melalui tayangan di layar monitor.
Berbagai aplikasi komputer untuk pembelajaran biasanya disebut “computer-based
intruction (CBI)”, “computer assisted instruction (CAI”), atau
“computer-managed instruction (CMI)”.
Aplikasi-aplikasi ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku
dan pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan
pada teori kognitif. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat: (1) tutorial,
pembelajaran utama diberikan, (2) latihan dan pengulangan untuk membantu
peserta didik mengembangkan kefasihan dalam bahan belajar yang telah dipelajari
sebelumnya, (3) permainan dan simulasi untuk memberi kesempatan
menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari; dan (5) dan sumber data yang
memungkinkan peserta didik untuk mengakses sendiri susunan data melalui tata
cara pengakasesan (protocol) data yang ditentukan secara eksternal.
Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat
lunak biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Dapat digunakan secara secara acak, disamping secara
linier
2) Dapat digunakan sesuai dengan keinginan peserta didik,
disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
3) Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan
menggunakan kata, simbol maupun grafis.
4) Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama
pengembangan
5) Belajar dapat berpusat pada peserta didik dengan tingkat
interaktivitas tinggi.
d. Multimedia
Multimedia atau teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan
menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang
dikendalikan komputer (Seels & Richey, 2000:43). Keistimewaan yang
ditampilkan oleh teknologi multimedia ini, khususnya dengan menggunakan
komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas pembelajar yang
tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
Pembelajaran dengan multimedia atau teknologi terpadu ini mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1) Dapat digunakan secara acak, disamping secara. linier
2) Dapat digunakan sesuai dengan keinginan peserta didik,
disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
3) Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam
konteks pengalaman peserta didik, relevan dengan kondisi peserta didik, dan di
bawah kendali peserta didik.
4) Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme
diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran
5) Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan
kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.
6) Bahan belajar menunjukkan interaktivitas peserta didik
yang tinggi
7) Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh
dari banyak sumber media.
3. Kawasan Pemanfaatan
Domain ketiga dalam teknologi pembelajaran ialah kawasan pemanfaatan.
Pemanfaatan adalah tin¬dakan menggunakan metode dan model instruksional, bahan
dan peralatan media untuk meningkatkan suasana pembelajaran. Adapun kawasan
pemanfaatan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Kawasan pemanfaatan
Pemanfaatan
adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar (Seels &
Richey, 2000:50). Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan
kaitan antara peserta didik dengan bahan belajar atau sistem pembelajaran.
Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk
mencocokkan peserta didik dengan bahan belajar dan aktivitas yang spesifik,
menyiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi dengan bahan belajar dan
aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan
penilaian atas hasil yang dicapai peserta didik, serta memasukannya ke dalam
prosedur oragnisasi yang berkelanjutan.
Kawasan pemanfaatan mungkin merupakan kawasan teknologi pembelajaran yang
tertua, mendahului kawasan desain dan produksi media pembelajaran yang
sistematis. Kawasan ini berasal dari gerakan pendidikan visual pada dekade
pertama abad ke 20, dengan didirikannya museum-museum. Pada tahun-tahun awal
abad ke-20, guru mulai berupaya untuk menggunakan film teatrikal
dan film singkat mengenai pokok-pokok pembelajaran di kelas.
Di antara penelitian formal yang paling tua mengenai aplikasi media dalam
pendidikan ialah studi yang dilakukan oleh Lashley dan Watson mengenai
penggunaan film-film pelatihan militer Perang Dunia I (tentang pencegahan
penyakit kelamin). Setelah Perang Dunia II, gerakan pembelajaran audio-visual
mengorganisasikan dan mempromosikan bahan-bahan belajar audio visual,
sehingga menjadikan persediaan bahan pembelajaran semakin berkembang dan
mendorong cara-cara baru membantu guru. Selama tahun 1960-an banyak sekolah dan
perguruan tinggi mulai banyak mendirikan pusat-pusat media pembelajaran.
Karya Dale pada 1946 yang berjudul Audiovisual Materials in
Teaching, yang di dalamnya mencoba memberikan rasional umum tentang
pemilihan bahan belajar dan aktivitas belajar yang tepat. Heinich, Molenda dan
Russel dalam buku Instructional Materials and New Technologies of Instruction
(1986) mengemukakan model ASSURE, sebagai acuan prosedur untuk merancang
pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran. Langkah-langkah ASSURE
meliputi: (1) Analyze leraner (menganalisis peserta didik); (2) State
objective (merumuskan tujuan);(3) Select media and materials (memilih
media dan bahan); (4) Utilize media and materials (menggunakan media dan
bahan), (5) Require learner participation (melibatkan peserta didik) ; dan (6)
Evaluate and revise (penilaian dan revisi).
a. Pemanfaatan Media.
Pemanfaatan media yaitu penggunaan yang sistematis dari sumber belajar. Proses
pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada
spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan
atau ditindaklanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang
diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan media juga dikaitkan dengan
karakteristik peserta didik. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan
keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau
sumber belajar.
b. Difusi Inovasi
Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi malalui strategi yang terencana
dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk
terjadinya perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan
pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu
guru. Model dan teori pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung
terpusat pada perpektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep
difusi inovasi pada akhir tahun 1960-an yang mengacu pada proses komunikasi dan
melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian
berpaling ke perspektif penyelenggara.
Rogers (1983) melakukan studi tentang difusi inovasi, yang mencakup berbagai
disiplin ilmu. Hasil studinya telah memperkuat pandangan tentang pentahapan,
proses, serta variabel yang dapat mempengaruhi difusi. Dari hasil studi ini
dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan bergantung pada upaya membangkitkan
kesadaran, keinginan mencoba dan mengadopsi inovasi. Dalam hal ini, penting
dilakukan proses desiminasi, yaitu yang sengaja dan sistematis untuk membuat
orang lain sadar adanya suatu perkembangan dengan cara menyebarkan informasi.
Desiminasi ini merupakan tujuan awal dari difusi inovasi. Langkah-langkah
difusi menurut Rogers (1983) adalah : (1) pengetahuan; (2) persuasi atau
bujukan; (3) keputusan; (4) implementasi; (5) dan konfirmasi.
c. Implementasi dan Institusionalisasi
Implementasi dan Institusionalisasi; yaitu penggunaan bahan dan strategi
pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan
institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi
pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi
telah diadopsi, proses implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai
pemanfaatan harus ada implementasi. Bidang implementasi dan institusionalisasi
(pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian, belum berkembang
sebaik-bidang-bidang yang lain. Tujuan dari implementasi dan
institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam
organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk
mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi. Keduanya
tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.
d. Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan dan Regulasi; adalah aturan dan tindakan yang mempengaruhi difusi dan
pemanfaatan teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan pemerintah
mempengaruhi pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat
oleh permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan
pada pengguna teknologi, baik untuk teknologi cetak, teknologi audio-visual,
teknologi berbasis komputer, maupun terknologi terpadu.
4. Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian teknologi pembelajaran melalui: perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan bermula
dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran
perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli media
sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non
cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam
kurikulum. Oleh karena itu kawasan pengelolaan dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 4. Kawasan pengelolaan
Dengan
semakin rumitnya praktek pengelolaan dalam bidang teknologi pembelajaran ini,
teori pengelolaan umum mulai diterapkan dan diadaptasi. Teori pengelolaan
proyek mulai digunakan, khususnya dalam proyek desain pembelajaran. Teknik atau
cara pengelolaan proyek-proyek terus dikembangkan, dengan meminjam dari bidang
lain. Tiap perkembangan baru memerlukan cara pengelolaan baru pula.
Keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh bergantung pada pengelolaannya,
karena lokasi yang menyebar. Dengan lahirnya teknologi baru, dimungkinkan
tersedianya cara baru untuk mendapatkan informasi. Akibatnya pengetahuan
tentang pengelolaan informasi menjadi sangat potensial. Dasar teoritis
pengelolaan informasi bersal dari disiplin ilmu informasi. Pengelolaan
informasi membuka banyak kemungkinan untuk desain pembelajaran, khususnya dalam
pengembangan dan implementasi kurikulum dan pembelajaran yang dirancang
sendiri.
a. Pengelolaan Proyek
Pengelolaan Proyek; meliputi : perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek
desain dan pengembangan. Pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan
tradisional (line and staff management) karena : (a) staf proyek mungkin baru,
yaitu anggota tim untuk jangka pendek; (b) pengelola proyek biasanya
tidak memiliki wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka
yang sementara, dan (c) pengelola proyek memiliki kendali dan fleksibilitas
yang lebis luas dari yang biasa terdapat pada organisasi garis dan
staf.
Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan, dan
pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain.
Peran pengelola proyek biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman
proyek dan memberi saran perubahan internal.
b. Pengelolaan Sumber.
Pengelolaan Sumber; mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem
pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber memliki arti penting karena
mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup, personil
keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas dan sumber pembelajaran. Sumber
pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan
pengembangan. Efektivitas biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan
dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
c. Pengelolaan sistem penyampaian.
Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian
“cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan” Hal tersebut
merupakan suatu gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam
menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar.
Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk
seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna
maupun operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalaan proses
seperti pedoman bagi desainer dan instruktur dan pelatih. Keputusan pengelolaan
penyampaian sering bergantung pada sistem pengelolaan sumber.
d. Pengelolaan informasi.
Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara
penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka
tersedianya sumber untuk kegiatan belajar. Pentingnya pengelolaan informasi
terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi
desain pembelajaran.
5. Kawasan Penilaian
Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan relajar
yang mencakup: (1) analisis masalah; (2) pengukuran acuan patokan; (3)
penilaian formatif; dan (4) penilaian sumatif. Oleh karena itu kawasan
penilaian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5. Kawasan Penilaian
Dalam
kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, proyek, dan
produk. Penilaian program merupakan evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan
yang memberikan pelayanan secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam
penyusunan kurikulum. Sebagai contoh misalnya penilaian untuk program membaca
dalam suatu wilayah persekolahan, program pendidikan khusus dari pemerintah
daerah, atau suatu program pendidikan berkelanjutan dari suatu universitas.
Penilaian proyek – evaluasi untuk menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus
guna melakukan suatu tugas tertentu dalam suatu kurun waktu. Contoh, suatu
lokakarya 3 hari mengenai tujuan perilaku. Kunci perbedaan antara program dan
proyek ialah bahwa program diharapkan berlangsung dalam yang tidak terbatas,
sedangkan proyek biasanya diharapkan berjangka pendek. Proyek yang dilembagakan
dalam kenyataannya menjadi program.
Penilaian bahan (produk pembelajaran) merupakan evaluasi yang menaksir kebaikan
atau manfaat isi yang menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman
kurikulum, film, pita rekaman, dan produk pembelajaran lainnya.
a. Analisis Masalah
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan
menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah
lama para evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama
mulai saat program tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagaimanapun baiknya
anjuran orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat
diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.
Jadi, kegiatan penilaian ini meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh
mana masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi
hambatan, sumber dan karakteristik pembelajar, serta penentuan tujuan dan
prioritas (Seels and Glasgow, 1990). Kebutuhan telah dirumuskan sebagai “jurang
antara “apa yang ada”dan “apa yang seharusnya ada” dalam pengertian hasil
(Kaufman,1972). Analisis kebutuhan diadakan untuk kepentingan perencanaan
program yang lebih memadai.
b. Pengukuran Acuan Patokan
Pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan
pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan
patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan,
sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran.
Keberhasilan dalam tes acuan patokan berarti dapat melaksanakan ketentuan
tertentu, biasanya ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui
skor minimal tersebut dinyatakan lulus.Pengukuran acuan patokan memberitahukan
pada para siswa seberapa jauh mereka dapat mencapai standar yang ditentukan.
c. Penilaian Formatif dan Sumatif
Penilaian Formatif dan Sumatif; berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang
kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya.
Dengan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang
kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif
dilaksanakan pada waktu pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau
orang dsb). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga
program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat
dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi.
Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah
kiasan dari Bob Stake “ Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebut
formatif, apabila para tamu mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif.
Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar
atau para pengambil keputusan, sebagai contoh : lembaga penyandang dana, atau
calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator
dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas, lebih baik evaluator
luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif. Hendaknya jangan
dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai hasil,
biukannya prose --- hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun
sumatif. Metoda yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan
penilaian sumatif. Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan
tutorial, uji coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan
data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas.
Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data
yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok
komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Peranan Teknologi Pembelajaran Dalam Pemecahan Masalah Pembelajaran
Manusia agar dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik perlu belajar. Sedangkan
untuk dapat belajar secara efektif dan efisien perlu memanfaatkan beraneka
sumber belajar. Teknologi pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan
dan memanfaatkan aneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau
memfasilitasi seseorang untuk belajar. Pada gilirannya terbukanya kesempatan
seseorang untuk belajar sepanjang hayat, di mana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja, dengan cara dan sumber belajar apa saja yang sesuai dengan kondisi
dan kebutuhannya.
Dengan demikian teknologi pendidikan diperlukan untuk dapat menjangkau peserta
didik di manapun mereka berada. Selain itu untuk melayani sejumlah besar dari
mereka yang belum memperoleh kesempatan untuk belajar, memenuhi kebutuhan
belajar untuk dapat mengikuti perkembangan, dan meningkatkan efisiensi,
efektifitas dalam belajar.
Teknologi pendidikan secara konseptual dapat berperan untuk membelajarkan
manusia dengan mengembangkan dan atau menggunakan aneka sumber belajar, yang
meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya
peluang atau kesempatan, serta dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi
sumber daya pendidikan (Miarso, 2004:701).
Berkaitan dengan peranan teknologi pendidikan ini menurut Miarso (2004:6,109)
teknologi pendidikan mempunyai potensi untuk meningkatkan produktifitas
pendidikan, dengan jalan: 1) mempercepat tahap belajar (rate of learning), 2)
membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik, 3) mengurangi beban
guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat membina dan mengembangkan
kegairahan belajar peserta didik.
Dengan demikian teknologi pembelajaran berperan dalam upaya pemecahan masalah
pendidikan dan pembelajaran dengan cara: 1) memadukan berbagai macam pendekatan
dari bidang ekonomi, manajemen, psikologi, rekayasa, dan lain-lain secara
bersistem; 2) memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan
serempak, dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di
antaranya; 3) menggunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu
memecahkan masalah belajar; 4) timbulnya daya lipat atau efek sinegi, dimana
penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekedar
penjumlahan (Miarso, 2004:78). Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan
serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara
terpisah.
Peranan teknologi pendidikan dalam memecahkan masalah pendidikan dan
pembelajaran, khususnya dalam perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan,
melalui: a) penerapan prosedur pengembangan pembelajaran dalam penyusuanan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), struktur dan muatan kurikulum,
kalender pendidikan, silabus dan perangkat pembelajaran lain, seperti Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); b) penerapan prosedur pengembangan pembelajaran
dalam penyusuanan bahan belajar, modul, buku teks, atau buku elektronik
(e-book); c) penerapan metode pembelajaran yang lebih menekankan kepada
penerapan teori-teori belajar mutakhir, seperti teori belajar konstruktivisme
dan paradigma baru pendidikan lainnya; d) mengembangkan dan memanfaatkan
berbagai jenis media yang sesuai dengan kebutuhan dan dengan mengindahkan
prinsip-prinsip pemanfaatannya secara efektif dan efisien (Purwanto, 2005:18)
dan (e) mengembangkan strategi pembelajaran untuk membangun dan menemukan jati
diri melalui proses pembelajaran yang aktif, interaktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAKEM).